Kursusilmudigital – Artikel. eringkali kita mendengar kata penguatan dari orang terdekat, “Sing sabar ya!” agar kita mampu menghadapi masalah yang ada.
Atau kadang kita berdoa, “Ya Allah berilah saya kesabaran” agar mampu menerima segala penderitaan yang dihadapi.
Semua kalimat diatas benar, tak ada yang salah. Tapi seringkali kita menafsirkan kata “sabar” jauh berbeda dengan makna awalnya.
Kita cenderung mengaitkan sabar dengan masalah atau bahkan penderitaan hidup. Benar?
Dengan kata lain, saat mendengar atau mengucapkan kata sabar, hal yang terbayang dalam pikiran adalah masalah, penderitaan, keterpurukan, atau kesulitan hidup.
Semakin mendengar atau berucap sabar, tak sadar semakin menguatkan imajinasi negatif diatas. Tak sadar malah jadi afirmasi negatif.
Mari kita buktikan, saat mendengar kalimat ini apa yang Anda bayangkan?
“Sabar saja ya.”
Apakah membayangkan seseorang sedang dihimpit kesulitan, atau membayangkan seseorang sedang memegang uang cash Rp 150 juta?
Kebanyakan kita membayangkan yang pertama bukan?
Sekali lagi, tak sadar, ini benar-benar tak sadar, kata sabar sama saja dengan mengafirmasikan kesulitan hidup.
“Ya Allah berilah aku kesabaran.”
Sambil membayangkan diri penuh kesulitan hidup.
Padahal, kalimat sabar ada dalam Al Quran “Allah bersama orang yang sabar.” (Al Baqarah: 153) Artinya orang sabar ditemani Allah. Mestinya membayangkan kelapangan, kekuatan, serta keberlimpahan karena ditemani Sang Maha Kuasa.
Tapi, kita tak membayangkan ditemani Allah saat berkata “sabar” malah membayangkan kesulitan hidup.
Lalu dari mana imajinasi kesulitan hidup saat mengatakan kata sabar? Dugaan saya berasal dari sinetron dimana tokoh utama selalu digambarkan baik tapi selalu menderita bahkan diam saat didzalimi.
Kata-kata mutiaranya adalah “sabar saja ya.”
Alur cerita sinetron telah sangat kuat mempengaruhi alam imajinasi penontonnya. Sama seperti istilah toxic zaman sekarang yang dilekatkan kepada lingkungan, teman, bahkan orang tua.
Lingkungan toxic
Toxic relationship
Toxic parenting
Tak sadar, istilah itu menempatkan pihak lain atau orang lain yang salah, sedang diri sendiri sebagai korban. Lagi-lagi, afirmasi negatif.
Ikuti kajian kitab suci, baca buku Reset Hati Instal Pikiran atau buku pengembangan diri lain, serta praktekkan materi di Channel Telegram Kelas Afirmasi Online.
Tulisan ini bermaksud menyadarkan betapa media bisa mempengaruhi pikiran seseorang secara negatif, mempercayai sesuatu yang salah sebagai kebenaran dan tak sadar melemahkan diri sendiri.
Solusinya bagaimana?
Atau Anda punya saran lain?
Wallahu’alam
Ahmad Sofyan Hadi
Penulis Buku Reset Hati Instal Pikiran
Download Free Ebook “Temukan Mentalblock melalui Analisa Tanda Tangan ”
http://guruahmadfauzi.behindsign.com
KELAS AFIRMASI ONLINE
Dengan visi besar “Memutus Rantai Kekerasan dalam Rumah Tangga”